Tiket Masuk Lawang Sewu Semarang

Tiket Masuk Lawang Sewu Semarang, Wisata Seribu Pintu

Posted on

Gedung Lawang Sewu di Semarang bisa menjadi satu diantara pilihan yang pas untuk pecinta sejarah. Lawang Sewu sebagai bangunan bersejarah yang dibuat pada jaman penjajahan Belanda di tahun 1900-an.

Tempat itu sebagai saksi bisu kejadian pertempuran lima hari yang berjalan di tahun 1945 di antara Angkatan Pemuda Kereta Api (AMKA) dengan tentara Jepang. Menurut istilah orang Jawa, lawang memiliki arti pintu, dan sewu memiliki makna seribu atau menjadi kata yang sebagai wakil angka terbanyak di zaman dulu.

Maka Lawang Sewu maknanya seribu pintu. Tetapi, jika dilihat dari jumlahnya aslinya, Lawang Sewu ini mempunyai 928 pintu. Cuma kurang 72 pintu saja tidak untuk benar-benar disebutkan sewu.

Tiket Masuk Lawang Sewu Semarang

Berada di jantung kota Semarang, persisnya di Jalan Pemuda, sebelumnya Lawang Sewu sebagai kantor administrasi kereta api Belanda namanya Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Gedung Lawang Sewu dibuat dengan bertahap di atas tempat seluas 18.232 m² dan direncanakan oleh arsitek yang berbeda.

Lawang Sewu terdiri dari 5 bangunan. Proses perancangan awalnya Lawang Sewu diawali dengan seorang arsitek asal Belanda Ir P de Rieu. Bangunan yang pertama kalinya dibikin ialah gedung C yang digunakan sebagai kantor percetakan karcis kereta api di tahun 1900.

Wisata Lainnya:  Tiket Masuk Cibulan, Wisata Berenang dengan Ikan Dewa

Proyek Pembangunan

Sesudah Ir P de Rieu meninggal dunia, selanjutnya Prof J Klinkhamer dan B J Oundag dipilih untuk meneruskan pembangunan Lawang Sewu. Pembuatan gedung A sebagai kantor khusus NIS juga diawali pada Februari 1904 dan usai Juli 1907.

“Jika kita saksikan wujud bangunannya (bentuk dalam gedung A) kaya gerbong kereta, jadi semua sama-sama berhubungan seperti gerbong kereta api, ini dilaksanakan untuk memudahkan komunikasi orang Belanda saat itu,” kata info salah seorang pemandu, Aris, diambil dari tayangan pers Kemenparekraf.

Bersamaan mengembangnya kantor kereta api Belanda, beberapa gedung pendukung dibuat, yaitu gedung B, D, dan E di tahun 1916-1918. Gedung B masih dibuat oleh Prof J Klinkhamer dan B J Oundag, sementara gedung D dan E dibikin oleh arsitek Thomas Karsten. Dia jadi arsitek paling muda dan paling akhir yang membuat pembangunan Gedung Lawang Sewu.

Bila diamati, bangunan Lawang Sewu memakai batu bata keramik warna jingga, simbol kekayaan, kemakmuran, dan memperlihatkan kelas paling tinggi. Jaman dulu, batu bata ini termasuk sangat jarang dan harganya mahal.

“Jaman dahulu satu batu bata ini ditaksir capai Rp300 ribu harga. Dan yang unik, cetakannya ada yang meliuk,” kata Aris.

“Dan salah satunya argumen mengapa Lawang Sewu banyak pintu tidak cuma untuk membikin sirkulasi udaranya makin bagus, tetapi juga terkait dengan kelas, mereka (orang Belanda) benar-benar jaga image, jadi jika bangun ya tidak tanggung-tanggung,” ucapnya.

Wisata Lainnya:  Wisata di Uluwatu: Menikmati Keindahan Alam di Ujung Selatan Bali

Sesudah dipugar dan diperbaiki, sekarang Lawang Sewu digunakan sebagai museum yang menyuguhkan ragam koleksi terkait dengan kereta api. Dimulai dari seragam masinis, alat berkomunikasi (telepon kayu, telegraf), alat hitung friden, almari karcis edmonson, karcis kereta kuno, mesin cetak tanggal untuk karcis kereta, dan yang lain.

Pertempuran Lima Hari

Seusai masa penjajahan Belanda, Lawang Sewu beralih tangan jadi basis tentara Jepang sekalian kantor transportasi Jepang namanya Riyuku Sokyoku di tahun 1942. Singkat kata, pada 1945 yang disebut tahun kemerdekaan Indonesia, terjadi pertarungan yang melibatkan AMKA (Angkatan Pemuda Kereta Api) dengan prajurit Jepang. Pertarungan ini berjalan sepanjang lima hari tidak ada henti pada 15-19 Oktober.

Salah satu pemicunya ialah tewasnya dr Kariadi yang disebut dokter paling handal saat itu. Prajurit Jepang ada dalam teritori Lawang Sewu, sementara AMKA ada di Wilhelminaplein pas seberang Lawang Sewu. Wilhelminaplein berikut yang dikenali dengan Kawasan Taman Tugu Muda.

Dari sisi jumlah dan senjata, pemuda AMKA dinilai sudah kalah. Prajurit Jepang sejumlah sekitaran 500.000 orang dengan senjata bayonetnya, sementara pemuda AMKA cuma sejumlah 2000 dengan senjata bambu runcing. Tetapi dengan semangat yang menggelora dan tidak mudah menyerah, pemuda AMKA masih tetap usaha menantang, walaupun pada akhirannya harus luruh di medan perang.

Wisata Lainnya:  Wisata Baru di Maros – Destinasi Wisata Terbaru di Sulawesi Selatan

“Kawasan Wilhelminaplein ini dahulunya jadi makam massal untuk pemuda AMKA yang wafat. Tetapi, selanjutnya jasad-jasadnya dipindah ke makam yang lebih pantas, yaitu Pusara Giri Tunggal, pusara pahlawan dari pejuang AMKA,” tutur Aris.

Sekarang, pemerintahan menetapkan Lawang Sewu sebagai gedung peninggalan bersejarah yang penting terus dijaga dan dilestarikan. Pihak pengurus telah mengaplikasikan prosedur kesehatan secara baik untuk wisatawan yang ingin bertandang di masa pandemi.

Pintu masuknya memakai mekanisme electronic hingga proses jalur masuk pengunjung ke tempat museum lebih teratur. Saat sebelum masuk ke tempat museum, pengunjung harus check-in di program PeduliLindungi, lalu check suhu badan, dan bersihkan tangan, dan tak lupa selalu memakai masker. Harga tiketnya untuk orang dewasa Rp20.000 dan untuk anak-anak Rp10.000. Lawang Sewu buka start pukul 08:00 – 17:00 WIB.

 

 

Post Lainnya:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *