Tiket Masuk Candi Gunung Kawi Bali

Tiket Masuk Candi Gunung Kawi Bali, Situs Arkeologi Aesthetic

Posted on

Candi Gunung Kawi tercatat sebagai warisan arkeologi di Bali yang penting kehadirannya. Bahkan juga dikatakan sebagai tinggalan yang paling bersejarah. Candi Gunung Kawi datang dari era ke-10 sampai 11 Masehi.

Sejarah Candi Gunung Kawi

Lalu bagaimana riwayat timbulnya Candi Gunung Kawi ini? Berikut penjelasannya:

1. Pada situs arkeologi yang paling luas ini ada tiga kelompok candi

Kompleks Candi Gunung Kawi ada di Banjar Penaka, Dusun Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, persisnya di Wilayah Saluran Sungai (DAS) Pakerisan. Kompleks candi ini berada pada unit wujud tempat lereng bawah gunung api dengan ketinggian 500 mtr. di permukaan laut. Adapun kelerengan reratanya ialah 12 % dengan kelerengan maksimal 30 %.

Pada situs arkeologi yang paling luas ini ada tiga barisan candi yang ada di lokasi berbeda. Tiap barisan diperbedakan berdasar jumlah candinya. jadi candi barisan lima mempunyai 5 buah candi, candi barisan empat mempunyai 4 buah candi, dan candi barisan satu cuma mempunyai sebuah candi.

Wisata Lainnya:  Wisata Sumber Gentong Malang: Keindahan Alam yang Menakjubkan

Di sebelah timur laut ada candi barisan lima. Sementara candi barisan empat ada di samping barat daya dan candi barisan satu berada di samping selatan dari candi barisan empat. Seperti disebut oleh Gde Bagus dan Hedwi Prihatmoko dalam artikel dengan judul Kearifan Lokal dalam Pembangunan Kompleks Candi Gunung Kawi, jika dalam kompleks Candi Gunung Kawi ada kolam dan ceruk-ceruk pertapaan.

Nama Tempat Wisata  Candi Gunung Kawi Bali
Alamat br penaka, Tampaksiring, Kec. Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali 80552
Jam Buka 08.00 – 16.00
Harga Tiket Masuk Rp. 3.000
Parkir Motor Rp. 2.000
Parkir Mobil Rp. 5.000
No Kontak Wisata
Fasilitas Lahan parkir, Toilet umum, Gazebo atau pendopo, Spot foto
Google Maps Map Gunung Kawi

Penempatan Kompleks Candi Gunung Kawi berdasarkan pada pemikiran lingkungan seperti juga yang diterangkan dalam kitab-kitab India Kuno. Jika pendirian bangunan suci tidak memerhatikan pemikiran itu, tebaran satu situs akan condong berpola lain, misalkan menyebar secara rata tanpa melihat baik atau tidaknya sumber daya lingkungan.

Wisata Lainnya:  Wisata Meikarta Cikarang: Tempat Wisata Terbaru di Cikarang

2. Candi Gunung Kawi disebut pertama kali diketemukan oleh periset Belanda

Kompleks Candi Gunung Kawi pertama kalinya diketemukan di tahun 1920 oleh periset bernegara Belanda, HT Damste. Tidak stop di sana, riset atas kompleks Candi Gunung Kawi diteruskan semenjak tahun 1951 oleh J C Krygsman.

Ada beberapa prasasti yang sempat mengatakan mengenai kehadiran bangunan suci ini, salah satunya Prasasti Bebatuan yang berangka tahun 944 Saka (1022 Masehi) dan Prasasti Tengkulak A yang berangka tahun 945 Saka (1023 Masehi). Ke-2 prasasti itu dikeluarkan oleh Raja Marakata.

Keberadaan kompleks Candi Gunung Kawi Tampaksiring diyakini sebagai tapak jejak warisan kreasi seni pahat Dinasti Warmadewa. Kreasi ini dipandang benar-benar menakjubkan karena semua bangunan diukirkan pada tebing sungai. Mode semacam itu diketemukan di India, yaitu di Ellora yang dibuat era kelima sampai 6 Masehi. Namun wujud Candi Gunung Kawi terang berlainan dengan candi yang ada di Ellora.

Jika dibandingkan dengan candi yang berada di wilayah yang lain di Indonesia, kompleks Candi Gunung Kawi ialah tipe percandian yang cuma diketemukan di Bali.

Wisata Lainnya:  Menikmati Keindahan Wisata Pantai Situbondo

3. Tinggalan arkeologi yang simpan nilai-nilai kearifan lokal

Kompleks Candi Gunung Kawi ini berdasar belakang agama Hindu. Bangunan suci ini dipercaya sebagai tinggalan arkeologi yang simpan nilai-nilai kearifan lokal.

Interaksi yang terjadi antara warga Bali Kuno dengan lingkungannya dalam membangun bangunan suci memperlihatkan ada jalinan di antara ideologi yang mendasari satu budaya, factor lingkungan, dan penyesuaian manusia.

Kekhasan dalam pembangunan candi tebing Gunung Kawi dinilai sebagai satu contoh dari kekuatan penyesuaian manusia pada lingkungan alam secara bijak dan arif hingga sanggup jadi cerminan kearifan lokal warga Bali pada masa lalu

Post Lainnya:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *